Pengertian subjek dan objek hukum
SUBJEK DAN OBJEK HUKUM
SUBYEK HUKUM
Subjek Hukum. Sudah menjadi
pengertian umum bahwa hukum merupakan suatu sistem tertentu dalam menjalankan
pelaksanaan atas serangkaian kekuasaan yang ada pada lembaga. Untuk menjalankan
rangkaian kekuasaan tersebut telah disebutkan dibutuhkannya suatu hukum, suatu
hukum tersebut juga membutuhkan subyek hukum sebagai suatu sarana dan prasarana
atas terlaksananya hukum.
Pengertian subyek hukum adalah
sesuatu yang menurut hukum yang memiliki hak dan kewajiban yang memiliki kewenangan
untuk bertindak untuk melakukan perbuatan hukum. Subyek hukum merupakan
pendukung hak menurut kewenangan atau kekuasaan yang nantinya akan menjadi
pendukung sebuah hak. Undang-undang membagi subyek hukum menjadi dua bagian,
yakni sebagai berikut :
1) Manusia / orang pribadi ( naturlijke persoon ) yang sehat
rohaninya/ jiwanya, dan tidak dibawah
pengampuan.
2) Badan hukum ( rechts persoon ).
Dari penjabaran di atas, berikut ini
pengertian dari subyek hukum yang dikemukakan oleh beberapa ahli, meliputi :
1. Prof. Subekti,
menyebutkan bahwa subyek hukum merupakan pendukung dari hak dan kewajiban yang
ada.
2. Riduan Syahrani,
subyek hukum merupakan pembawa hak atau subyek di dalam hukum
3. Prof. Sudikno, subyek hukum merupakan segala
sesuatu yang mendapat hak dan kewajiban dari hukum.
dari ketiga pengertian di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa subyek hukum adalah pemegang kekuasaan dari hak dan
kewajiban yang berlaku menurut hukum. Dalam hukum Indonesia, yang menjadi
subyek hukum ialah manusia.
Salah satu jenis subyek hukum ialah manusia biasa. Manusia
biasa sebagai suyek hukum memiliki hak dan mampu dalam mejalankan haknya oleh
keberlakuan hukum yang berlaku. Keberlakuan hukum tersebut diatur dalam pasal 1
KUH perdata yang menyatakan bahwa untuk menikmati hak kewarganegaraannya tidak
tergantung kepada hak kewarganegaraannya, dan setiap manusia pribadi sesuai
dengan hukum cakap bertindak sebagai subyek hukum.
Menurut pasal 330 KUH Perdata ( B.W), seseorang belum menjadi
subyek hukum yang cakap sebelum berusia 21 tahun atau belum dewasa; Namun
ketentuan pasal 330 BW tersebut tidak berlaku, jika ia sudah menikah, maka
orang tersebut dikategorikan dewasa, ketentuan tersebut juga diatur dalam Pasal
47Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan untuk pria usia minimal 19
tahun dan wanita 16 tahun.
Sementara itu menurut hukum adat seseorang dapat dianggap
cakap untuk melakukan perbuatan hukum sebagai subyek hukum, didasarkan pada
kriteria jika ia sudah mandiri atau sudah bekerja, sudah menikah dan mempunyai
tempat tinggal terpisah dari orang tuanya Sedangkan badan hukum sebagai subyek
hukum berwenang melakukan tindakan hukum dilakukan oleh pengurusnya atas nama
suatu badan hukum tersebut sesuai atau berdasarkan kewenangan yang ditentukan
oleh anggaran dasar badan hukum tersebut.
Menurut hukum yang dapat disebut sebagai badan hukum harus
memenuhi syarat tertentu. Misalnya Perseroan Terbatas ( P.T.) dimana akta
pendirian perusahaannya harus disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM serta
diumumkan dalam lembaran Berita Negara Republik Indonesia, sedangkan badan
hukum lain seperti misalnya Yayasan tunduk kepada Undang-undang Nomor 16 tahun
2001 tentang yayasan, Koperasi tunduk kepada undang-undang perkoperasian dan
Badan Usaha Milik Negara selain terikat pada undang-undang No.19 tahun 1969 dan
undang-undang terkait lainnya.
Teori Badan Hukum sebagai subyek Hukum Ada beberapa teori
yang melandasi badan hukum dikategorikan sebagai subyek hukum , yakni sebagai
berikut :
a. Teori fiksi yang menyatakan bahwa badan hukum sebagai
subyek hukum selaholah badan hukum adalah manusia, sehingga badan hukum sebagai
subyek hukum memang dikehendaki oleh hukum.
b. Teori kekayaan, yang menyatakan badan hukum sebagai subyek
hukum karena badan hukum itu mempunyai kekayaan yang terpisah dari kekayaan
pengurusnya.
c. Teori Organ, yang
menyatakan badan hukum sebagai subyek hukum mempunyai organ-organ untuk
melakukan perbuatan hukum.
Sumber Bukunya :
M.Muchtar Riva’i, Diktat Hukum Bisnis, untuk kalangan sendiri, di Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan Jakarta, tanpa tahun.
Subjek Hukum dalam ruang lingkup hukum perdata dan hukum
pidana
Subyek Hukum Perdata
1. Orang
Subekti dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata
(hal. 19-21) mengatakan bahwa dalam hukum, orang (persoon) berarti pembawa hak
atau subyek di dalam hukum. Sebagaimana kami sarikan, seseorang dikatakan
sebagai subjek hukum (pembawa hak), dimulai dari ia dilahirkan dan berakhir
saat ia meninggal. Bahkan, jika diperlukan (seperti misalnya dalam hal waris),
dapat dihitung sejak ia dalam kandungan, asal ia kemudian dilahirkan dalam
keadaan hidup.
2. Badan Hukum
Subekti (Ibid, hal 21) mengatakan bahwa di samping orang,
badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan juga memiliki hak dan melakukan perbuatan
hukum seperti seorang manusia. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu
mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara
pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga menggugat di muka hakim.
Pada sumber lain, penjelasan dalam artikel Metamorfosis Badan
Hukum Indonesia mengatakan bahwa dalam hukum perdata telah lama diakui bahwa
suatu badan hukum (sebagai suatu subyek hukum mandiri; persona standi in
judicio) dapat melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig handelen; tort).
Badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya
orang, akan tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada bidang hukum harta
kekayaan. Mengingat wujudnya adalah badan atau lembaga, maka dalam mekanisme
pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.
Lebih lanjut dikatakan dalam artikel itu bahwa badan hukum
perdata terdiri dari beberapa jenis, diantaranya perkumpulan, sebagaimana
terdapat dalam Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”);
Perseroan Terbatas (Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas);Koperasi (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian);
dan Yayasan (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Yayasan sebagaimana yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004).
Subyek Hukum Publik (Pidana)
1. Orang
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. dalam bukunya Asas-Asas
Hukum Pidana di Indonesia (hal. 59) mengatakan bahwa dalam pandangan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang dapat menjadi subjek tindak pidana
adalah seorang manusia sebagai oknum. Ini terlihat pada perumusan-perumusan
dari tindak pidana dalam KUHP yang menampakkan daya berpikir sebagai syarat
bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud hukuman/pidana yang
termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara, kurungan, dan denda.
2. Badan Hukum
(Korporasi)
Masih bersumber pada artikel Metamorfosis Badan Hukum
Indonesia, dalam ilmu hukum pidana, gambaran tentang pelaku tindak pidana (kejahatan)
masih sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara fisik dilakukan oleh pelaku
(fysieke dader).
Dalam pustaka hukum pidana modern telah diingatkan, bahwa
dalam lingkungan sosial ekonomi atau dalam lalu lintas perekonomian, seorang
pelanggar hukum pidana tidak selalu perlu melakukan kejahatannya itu secara
fisik.
Karena perbuatan korporasi selalu diwujudkan melalui
perbuatan manusia (direksi; manajemen), maka pelimpahan pertanggungjawaban
manajemen (manusia; natural person), menjadi perbuatan korporasi (badan hukum;
legal person) dapat dilakukan apabila perbuatan tersebut dalam lalu lintas
kemasyarakatan berlaku sebagai perbuatan korporasi. Ini yang dikenal sebagai
konsep hukum tentang pelaku fungsional (functionele dader).
KUHP belum menerima pemikiran di atas dan menyatakan bahwa
hanya pengurus (direksi) korporasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum pidana (criminal liability). Namun, pada perkembangannya korporasi juga
dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum. Konsep ini pertama kali
diperkenalkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa baik hukum
perdata maupun hukum pidana, subjek hukum terdiri dari orang dan badan hukum.
Dalam hukum perdata dan hukum pidana keduanya mengakui bahwa badan hukum
mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum seperti halnya orang. Hal ini
karena perbuatan badan hukum selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia.
Selain itu, baik dalam hukum pidana maupun hukum perdata,
badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum bertindak dengan perantaraan
pengurus-pengurusnya. Dalam hukum pidana, karena perbuatan badan hukum selalu
diwujudkan melalui perbuatan manusia (direksi), maka pelimpahan
pertanggungjawaban pidananya terdapat pada manusia, dalam hal ini diwakili oleh
direksi.
Perbedaannya, dalam KUHP tidak diatur mengenai
pertanggungjawaban Direksi, hanya pertanggungjawaban individual. Akan tetapi,
pada perkembangannya, dalam peraturan perundang-undangan dikenal juga tindak
pidana korporasi.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht)
Staatsblad Nomor 732 Tahun
1915;
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
4. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas;
5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Yayasan
sebagaimana yang telah diubah
denganUndang-Undang
Nomor 28 tahun 2004);
6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
Objek Hukum
Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran
pengaturan hukum dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum
berkaitan di dalamnya.
Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk
dapat diperoleh manusia memerlukan "pengorbanan" dahulu sebelumnya.
Hal pengorbanan dan prosudur perolehan benda-benda tersebut
inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak
dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi
tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk
objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan
pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas.
Pada dasarnya objek
hukum dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Benda Bergerak
Benda bergerak / tidak
tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat
dihabiskan.
- Dibedakan
menjadi sebagai berikut :
a. Benda bergerak
karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat
dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya
ternak.
b. Benda bergerak
karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak
atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas
benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham
perseroan terbatas.
2. Benda Tidak
Bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut
:
a. Benda tidak
bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat
diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
b. Benda tidak
bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik.
Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau
dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
c. Benda tidak
bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda
yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat
bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh
hukum. Karena itulah akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum.
Misalkan sinar matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah
pegunungan yang terus mengalir melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.
Untuk memperoleh itu semua kita tidak perlu membayar atau
mengeluarkan pengorbanan apapun juga, mengingat jumlahnya yang tak terbatas dan
selalu ada. Lain halnya dengan benda-benda ekonomi yang jumlahnya terbatas dan
tidak selalu ada, sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu pengorbanan
tertentu, umpamanya melalui, pembayaran imbalan, dan sebagainya.
Akibat hukum ialah segala akibat.konsekuensi yang terjadi
dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum terhadap objek
hukum ataupun akibat-akibat lain yang disebabkan oleh kejadian-kejadian
tertentu yang oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau
dianggap sebagai akibat hukum.
Akibat hukum inilah yang selanjutnya merupakan sumber
lahirnya hak dan kewajiban lebih lanjut bagi subjek-subjek hukum yang
bersangkutan.
Sumber Hukum :
- Kitab Undang-Undang Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BW
- Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (WvK),
- ndang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Sumber Bukunya :
-
M.Muchtar
Riva’i, Diktat Hukum Bisnis, untuk kalangan sendiri, di Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Ahmad Dahlan Jakarta, tanpa tahun.
-
Subekti.
2003. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.
-
Wirjono
Prodjodikoro. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
-
Chidir
Ali, Badan Hukum, Alumni, 1987, Hlm.
-
Jimly
Asshiddiqie, 2010. Perkembangan & konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi. Penerbit Sinar Grafika : Jakarta.
-
Abdul
Kadir Muhammad, 1996, Hukum Perseroan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.
-
HMN.
Purwosutjipto,1992, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1-8,
Djambatan, Jakarta.
-
Sutantyo
R. Hadikusumo, Sumantoro, 1991, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan, Rajawali
Press, Jakarta.
Sumber web :
-
http://artonang.blogspot.co.id/2015/12/perusahaan.html
-
http://tesishukum.com/pengertian-subjek-hukum-menurut-para-ahli/
Komentar
Posting Komentar